Wednesday, December 17, 2025
HomeBeritaDi panggung sederhana Kulim, anak-anak migran Indonesia menjaga mimpi

Di panggung sederhana Kulim, anak-anak migran Indonesia menjaga mimpi

Di sebuah panggung sederhana di Kulim, Malaysia, langkah-langkah kecil anak-anak itu menari mengikuti irama Nusantara. Ada Sajojo dari Papua, Kecak dari Bali, hingga Saman dari Aceh. Di balik gerakan lincah dan senyum polos mereka, tersimpan cerita tentang harapan, perjuangan, dan masa depan yang terus dijaga.

Ahad (14/12) menjadi hari istimewa bagi Sanggar Bimbingan Permai Kulim. Sanggar ini memperingati Hari Ulang Tahun YG ke-4 bersama anak-anak dari tiga sanggar bimbingan di wilayah kerja Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Penang.

Selain Sanggar Bimbingan Permai Kulim, hadir pula Sanggar Bimbingan Permai Penang dan Sanggar Bimbingan AMI Penang.

Beragam kesenian Nusantara ditampilkan oleh anak-anak yang sebagian besar merupakan putra-putri pekerja migran Indonesia (PMI). Tarian, puisi, hingga pencak silat bukan sekadar hiburan. Di panggung kecil itu, seni menjadi bahasa untuk menyampaikan mimpi—bahwa mereka berhak tumbuh, belajar, dan berharap seperti anak-anak lain di Tanah Air.

Acara ini turut dihadiri perwakilan KJRI Penang, Syafaad Gofur dari Fungsi Penerangan Sosial dan Budaya (Pensosbud), serta Vivi Ghofur dari Dharma Wanita Persatuan (DWP) KJRI Penang. Kehadiran mereka menjadi penegasan bahwa negara hadir, meski jauh dari batas geografis Indonesia.

Dalam sambutannya, Syafaad Gofur menegaskan bahwa pendidikan adalah hak setiap anak warga negara Indonesia, tanpa memandang status dan tempat tinggal. Ia mengingatkan bahwa masa depan bangsa bisa tumbuh dari mana saja, termasuk dari ruang-ruang belajar sederhana di negeri orang.

“Apapun statusnya, anak-anak WNI wajib mendapatkan pendidikan. Kita tidak pernah tahu, bisa jadi di antara mereka kelak akan menjadi pemimpin di masa depan,” ujarnya.

Rangkaian acara diawali dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Negaraku, lagu kebangsaan Malaysia. Suasana menjadi khidmat saat sari tilawah Al Quran dilantunkan oleh anak-anak didik Sanggar Bimbingan Permai Kulim, sebelum panggung kembali hidup dengan tarian, puisi, dan pencak silat.

Bagi Muhammad Mukhotib, pengelola Sanggar Bimbingan Permai Kulim, peringatan ulang tahun ini bukan sekadar seremoni. Ini adalah pengingat tentang pentingnya menjaga akses pendidikan bagi anak-anak PMI, yang kerap hidup dalam keterbatasan namun menyimpan potensi besar.

“Kami hanya seorang PMI yang berusaha ikut serta mencerdaskan anak bangsa yang memiliki berbagai keterbatasan di Malaysia,” kata Mukhotib lirih.

Acara ditutup dengan doa yang dipimpin Ustaz Zulham, lalu dilanjutkan dengan penampilan kolaboratif dari ketiga sanggar bimbingan. Tepuk tangan panjang mengiringi akhir pertunjukan—bukan hanya untuk seni yang ditampilkan, tetapi untuk mimpi-mimpi kecil yang terus dirawat agar tidak padam.

Sejumlah organisasi masyarakat Indonesia di wilayah utara Malaysia turut hadir, di antaranya pengurus Permai Penang, Agung Prihatin, Majelis Wakil Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama Penang, Pimpinan Ranting Istimewa Muhammadiyah Penang, serta berbagai paguyuban lainnya. Bersama-sama, mereka menjadi saksi bahwa di balik kehidupan sebagai pekerja migran, ada generasi penerus bangsa yang sedang tumbuh, belajar, dan bermimpi.

Pizaro Idrus
Pizaro Idrus
Kandidat PhD bidang Hubungan Internasional Universitas Sains Malaysia. Peneliti Asia Middle East Center for Research and Dialogue
ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Terpopuler