Militer Israel memperingatkan terjadinya gelombang besar pengunduran diri personel di tengah meningkatnya permintaan pengunduran diri dari para perwira dan prajurit. Informasi tersebut dilaporkan media lokal pada Selasa, sebagaimana dikutip Anadolu.
Harian Yedioth Ahronoth melaporkan bahwa militer Israel tengah menghadapi “eksodus besar perwira dan bintara” setelah ratusan personel mengajukan permintaan untuk meninggalkan dinas militer.
“Sejauh ini, terdapat sekitar 500 permintaan pengunduran diri dari perwira dan bintara yang bertugas di pasukan reguler,” tulis surat kabar tersebut, tanpa merinci waktu pengajuan permintaan tersebut.
Militer Israel disebut memperingatkan adanya peningkatan permintaan pengunduran diri secara konsisten. Kondisi ini dinilai mencerminkan krisis kekurangan personel yang nyata, memengaruhi seluruh kelompok usia dan jenjang kepangkatan, dan kini telah mencapai titik kritis.
Menurut laporan tersebut, militer Israel memperkirakan jumlah permintaan pengunduran diri akan terus bertambah, khususnya dari personel tetap yang bertugas di pasukan reguler.
Sementara itu, parlemen Israel (Knesset) disebut belum menyetujui perubahan undang-undang yang memungkinkan peningkatan hak pensiun bagi perwira dan prajurit, dengan kenaikan berkisar antara 7 hingga 11 persen.
Yedioth Ahronoth menjelaskan bahwa 500 permintaan pengunduran diri tersebut diajukan oleh personel tetap, bukan prajurit cadangan. Permintaan itu dipicu oleh rendahnya gaji serta tingginya tingkat kelelahan dan attrition dalam dinas militer, terutama selama perang di Jalur Gaza.
Militer Israel, menurut laporan itu, kini “kesulitan meyakinkan ribuan perwira dan bintara untuk melanjutkan dinas permanen”, dengan dampak yang diperkirakan berupa penurunan kinerja militer secara keseluruhan.
Sejak Oktober 2023, Israel dilaporkan telah menewaskan hampir 70.700 warga Palestina—sebagian besar perempuan dan anak-anak—serta melukai lebih dari 171.000 orang dalam serangan di Jalur Gaza, yang juga menyebabkan kehancuran luas di wilayah tersebut.

