Wednesday, December 10, 2025
HomeBeritaOutpost dikosongkan, impunitas tetap: Kebijakan ganda Israel di Tepi Barat

Outpost dikosongkan, impunitas tetap: Kebijakan ganda Israel di Tepi Barat

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menginstruksikan pengosongan 14 bercak permukiman ilegal (outposts) di Tepi Barat dalam sebuah pertemuan keamanan tingkat tinggi.

Pada forum itu, ia juga mengajukan perlunya memperkuat “departemen Yahudi” dalam Dinas Keamanan Dalam Negeri (Shin Bet).

Dalam sesi konsultasi tersebut, para pejabat keamanan menyampaikan bahwa beberapa outpost ilegal belakangan ini berubah menjadi “pos depan” bagi kelompok pemukim yang melakukan serangan terhadap desa-desa Palestina.

Menurut mereka, ancaman yang ditimbulkan tidak lagi terbatas pada warga Palestina, tetapi telah meluas hingga menyasar “simbol-simbol negara dan menghasut terhadap institusinya”.

Sejumlah insiden menunjukkan adanya serangan langsung terhadap tentara maupun polisi Israel.

Indikasi meningkatnya ancaman kelompok-kelompok pemukim ekstrem terhadap tatanan hukum Israel sendiri.

Laporan internal yang dipresentasikan kepada Netanyahu menyebutkan adanya sekitar seribu pemukim muda yang menghuni outpost-outpost tersebut.

Dari jumlah itu, sekitar 300 orang dikategorikan sebagai bagian dari “lingkaran kekerasan”.

Yakni mereka yang terlibat dalam serangan, baik terhadap warga Palestina maupun terhadap aparat keamanan Israel.

Dengan latar itu, institusi keamanan Israel bersiap menjalankan instruksi Netanyahu.

Salah satu prioritas ialah menangani sekitar 70 pemukim yang terlibat dalam serangan terhadap tentara dan aparat keamanan.

Mereka selama ini menjadikan outpost-outpost tersebut sebagai tempat tinggal sekaligus basis operasi kekerasan.

Langkah bernuansa internal

Instruksi Netanyahu muncul menjelang kunjungan Duta Besar Amerika Serikat untuk PBB, Mike Waltz, ke Israel dan Yordania.

Media Israel menyoroti langkah Netanyahu sebagai “konsesi” terhadap tekanan Amerika Serikat (AS).

Namun, menurut sejumlah pejabat politik dan keamanan Israel, inti kebijakan itu sejatinya menyangkut stabilitas keamanan internal Israel sendiri dan penanganan kelompok pemukim yang menyerang aparat negara.

Mengutip laporan koresponden militer Channel 12, Nir Dvori, para pejabat tersebut menegaskan bahwa tujuan utama Netanyahu adalah penegakan hukum internal.

Tujuannya, untuk memburu pemukim yang menyerang tentara Israel, bukan untuk melindungi warga Palestina.

Sumber dekat Netanyahu pun membantah dugaan bahwa sang perdana menteri bermaksud membongkar atau membersihkan outpost-outpost tersebut.

Ia menyebut pemberitaan media sebagai “keliru dan tidak benar”. Menurutnya, Netanyahu hanya membahas cara menangani sekelompok kecil pemukim yang bertindak di luar hukum dan yang, menurutnya, “tidak mewakili gerakan permukiman secara keseluruhan”.

Karena itu, langkah yang diambil lebih terkait upaya menertibkan perilaku kelompok pemuda tertentu, bukan pembongkaran outpost atau penghentian proyek permukiman.

Dukungan Netanyahu dan kelompok kanan

Pandangan tersebut diperkuat dokumen yang dirilis harian Yedioth Ahronoth.

Dalam dokumen itu disebutkan bahwa Netanyahu mendukung ekspansi outpost di wilayah Area C. Wilayah yang berada di bawah kendali penuh Israel menurut Perjanjian Oslo.

Karena itu, keputusan mengosongkan 14 outpost dinilai hanya bagian dari upaya mengendalikan kekerasan internal, bukan perubahan sikap terhadap proyek permukiman.

Amit Etinger, koresponden urusan Knesset harian tersebut, menyatakan bahwa dokumen itu menunjukkan dukungan Netanyahu terhadap pendirian dan penyebaran outpost-outpost baru, meski keberadaannya ilegal menurut hukum Israel sendiri.

Menurut dokumen yang disiapkan Dewan Keamanan Nasional, Netanyahu menilai “peternakan-peternakan permukiman yang telah disahkan dan diawasi” merupakan instrumen penting untuk mempertahankan Area C dan menghadapi “aktivitas Palestina” di wilayah itu.

Dokumen tersebut awalnya disusun untuk membahas upaya menangani kekerasan kelompok ekstremis yang dikenal sebagai Youth of the Hills (Pemuda Bukit), tetapi isinya justru mengarah pada dorongan memperluas outpost.

Etinger menyebut sumber-sumber yang mengikuti diskusi awal November lalu mengatakan bahwa Netanyahu bahkan menginstruksikan percepatan proses legalisasi berbagai outpost liar.

Meski berbicara tentang “instrumen edukatif” untuk mencegah pemuda pemukim terlibat dalam kekerasan, dokumen itu juga mengakui bahwa jumlah mereka terus bertambah karena “tidak adanya otoritas yang menangani mereka”.

Indikasi ini dipandang sebagai bukti bahwa Israel tidak berniat menindak pelaku kekerasan pemukim, bahkan menyediakan ruang yang memungkinkan mereka terus melakukan serangan.

Walaupun bangunan di banyak outpost tetap dianggap ilegal, dokumen itu mengklaim bahwa “sebagian besar lahan penggembalaan yang digunakan outpost bersifat legal” dan telah diserahkan kepada pemukim oleh administrasi sipil Israel.

Menurut Etinger, pemerintah Israel kini sedang berupaya menata status outpost tersebut menjadi “peternakan individual”.

Ketentuan administratif baru yang memungkinkan pengambilalihan wilayah luas di Area C.

Saat ini terdapat sekitar 100 outpost pertanian jenis itu, termasuk lebih dari 15 yang didirikan setelah perang di Gaza dimulai.

Pembentukan “Uni Peternakan” dan kelompok lobi baru di Knesset telah ikut mengamankan pendanaan pemerintah bagi proyek-proyek tersebut.

Sejak kabinet Netanyahu terbentuk, Menteri Keuangan Bezalel Smotrich dan Menteri Permukiman Orit Strock memimpin upaya memperluas dukungan politik dan anggaran untuk outpost-outpost baru.

Puluhan juta shekel telah dialokasikan selama tiga tahun terakhir melalui anggaran koalisi.

Penyelidikan yang longgar

Data resmi militer Israel menunjukkan bahwa sejak awal 2025 hingga hari ini, kelompok-kelompok pemukim telah melakukan 704 serangan bermotif nasionalis terhadap warga Palestina dan harta mereka di Tepi Barat.

Angka itu sudah melampaui total 675 serangan sepanjang 2024.

Sementara itu, data dari Otoritas Palestina untuk Penentangan Tembok dan Permukiman mencatat peningkatan tajam aksi kekerasan sepanjang November 2025.

Tercatat 2.144 serangan yang dilakukan tentara Israel maupun pemukim di berbagai daerah Tepi Barat.

Dari jumlah itu, 1.523 dilakukan langsung oleh tentara, sedangkan 621 dilakukan oleh pemukim.

Namun, tren meningkatnya kekerasan itu tidak sejalan dengan upaya penegakan hukum.

Data kepolisian Israel menunjukkan penurunan drastis jumlah penyelidikan terhadap kekerasan pemukim.

Pada 2022 terdapat 235 berkas penyelidikan yang dibuka, turun menjadi 150 pada 2023, lalu hanya sekitar 60 pada 2024—penurunan sekitar 73 persen dalam dua tahun terakhir.

Kasus-kasus yang seharusnya diselidiki meliputi penganiayaan, perusakan aset, penembakan, serta ancaman.

Seluruh kategori itu mengalami penurunan tajam dalam pembukaan berkas baru.

Jumlah penyelidikan kasus penembakan, misalnya, turun dari 13 kasus pada 2023 menjadi hanya 4 kasus pada 2024.

Walau jumlah penyelidikan menurun, tingkat penuntutan tetap sangat rendah. Pada 2023 hanya 10 persen kasus yang berujung pada dakwaan.

Sebagian besar kasus 2024 dihentikan dengan alasan kurangnya bukti atau “tidak ada kepentingan publik”.

Situasi ini memperkuat anggapan bahwa para pelaku kekerasan pemukim menikmati impunitas yang semakin melebar.

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Terpopuler