Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengatakan pemerintah AS tengah meneliti kemungkinan Israel melanggar gencatan senjata di Gaza setelah melakukan pembunuhan terhadap seorang pejabat senior Hamas.
Menurut laporan media Israel, Raad Saad tewas bersama tiga orang lainnya pada Sabtu, setelah mobil yang mereka tumpangi diserang di dekat Lapangan al-Nabulsi, Gaza City bagian barat. Saad diketahui merupakan tokoh senior Brigade al-Qassam, sayap militer Hamas, dan disebut sebagai orang nomor dua setelah kepala militer terbaru kelompok tersebut, Izz al-Din al-Haddad, menurut laporan Reuters.
Israel dan Hamas sebelumnya menandatangani kesepakatan gencatan senjata pada 10 Oktober yang dijamin oleh Mesir, Qatar, dan Amerika Serikat. Namun, Israel dituding telah berulang kali melanggar kesepakatan tersebut.
Kantor Media Pemerintah Gaza mencatat sedikitnya 738 pelanggaran gencatan senjata, dengan lebih dari 350 warga Palestina dilaporkan tewas akibat serangan Israel sejak perjanjian diberlakukan.
Selain itu, Israel juga disebut memperketat pembatasan masuknya bantuan kemanusiaan dan pasokan medis ke Gaza, serta menghalangi pembukaan kembali perlintasan Rafah yang menghubungkan wilayah tersebut dengan Mesir.
Pemerintahan Trump selama ini relatif jarang menanggapi secara terbuka dugaan pelanggaran tersebut. Namun, pembunuhan terhadap Raad Saad dinilai berpotensi menghambat upaya Washington untuk mendorong kelanjutan dan penguatan gencatan senjata.
Pada Oktober lalu, Middle East Eye melaporkan bahwa utusan AS Steve Witkoff dan menantu Trump, Jared Kushner, sempat bertemu dengan sejumlah pejabat senior Hamas, termasuk Khalil al-Hayya, di Sharm el-Sheikh, Mesir. Dalam pertemuan itu, mereka disebut memberikan jaminan langsung mengenai penghentian perang kepada pimpinan Hamas.
Saat ditanya mengenai hubungannya dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Trump membantah laporan media Israel yang menyebut dirinya tengah berselisih dengan Netanyahu.
“Israel dan saya memiliki hubungan yang sangat baik. Hubungan saya dengan Bibi Netanyahu jelas sangat baik,” ujar Trump kepada wartawan di Gedung Putih.
Sementara itu, pemerintahan Trump juga dikabarkan tengah menyusun rencana pembentukan kawasan yang disebut sebagai Alternate Safe Communities di wilayah Gaza yang diduduki Israel. Rencana ini dinilai berpotensi memperkuat pembagian wilayah Gaza, yang saat ini sekitar 50 persen lahannya berada di bawah pendudukan militer Israel.
Langkah tersebut memicu kekhawatiran sejumlah negara, termasuk Qatar, Arab Saudi, Indonesia, Mesir, dan Turki. Dukungan politik, ekonomi, serta personel dari negara-negara tersebut dibutuhkan AS untuk membentuk pasukan stabilisasi internasional di Gaza, yang mandatnya telah disetujui Dewan Keamanan PBB pada November lalu.
Meski sejumlah pejabat AS menyebut pasukan tersebut baru akan siap pada 2026, Trump mengklaim pasukan itu telah mulai beroperasi. Namun, berdasarkan keterangan sejumlah pejabat Barat dan Arab serta analis yang diwawancarai Middle East Eye, belum ada konfirmasi bahwa pasukan tersebut telah dikerahkan.
“Saya kira, dalam bentuk tertentu, pasukan itu sudah berjalan,” kata Trump. “Semakin banyak negara bergabung. Mereka sudah masuk, dan akan mengirim jumlah pasukan sesuai yang saya minta.”

